Ketika tak ada lagi yang
mencintaimu, maka berilah ruang cinta untuk dirimu sendiri. Ketika cinta-cinta
lain tidak lagi peduli padamu, sesungguhnya dirimu membutuhkan dirinya sendiri
untuk dicintai. Mencintai diri sendiri dengan menerima segala kekurangan yang
ada pada diri sendiri, memaafkan kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat, dan
menghargai setiap apa yang ada dan telah dirimu capai, adalah merupakan sebuah
kekuatan besar untuk membangun diri. Jika bukan diri sendiri yang memulai untuk
mencintai, lalu siapa lagi yang akan mencintai dirimu? Cintailah dirimu sendiri
dengan sepenuh hati. Cintailah dirimu sendiri hingga jiwa itu lebih dekat
kepada Cinta sejatinya. Cintailah dirimu sendiri hingga jiwamu hidup dan
terarah menuju Sang Pencipta.
Welcome to my blog...^^
Selasa, 30 Oktober 2012
Dekat dan Jauh
Lucu...
Setiap kali terbayang...
Kalau kita bernaung di bawah angkasa yang sama..
Berpijak di hamparan yang sama..
Bahkan menghirup udara yang sama..
Terpikir olehku..
Mungkin ini halnya kenapa..
Aku selalu merasa dekat..
walau nyatanya jauh..
Senin, 29 Oktober 2012
Maunya Kamu
Mau menang sendiri.. dikit-dikit harus dituruti, kalo gak bawaannya ngambek.. Huuffft..
Lama-lama jadi bosen kalo gini terus..
Special song for u honey..
Maunya kamu hanya ingin dicinta
Maunya kamu hanya ingin untungnya
Pernahkah kau coba mengerti
Cinta memang harus rela berkorban
Maunya kamu hanya ingin untungnya
Pernahkah kau coba mengerti
Cinta memang harus rela berkorban
Hujan Tanpa Pelangi
“Anjing, bangsat, setan, pembunuh!!”
Suara teriakan warga bercampur suara pecahan kaca terdengar ketika beberapa orang polisi membawanya keluar dari dalam rumahnya, sambil tetap menunduk Pelangi bisa melihat warga yang tampak berkerumun di pekarangan bunga yang dulu selalu dirawat ibunya itu.
Suara teriakan warga bercampur suara pecahan kaca terdengar ketika beberapa orang polisi membawanya keluar dari dalam rumahnya, sambil tetap menunduk Pelangi bisa melihat warga yang tampak berkerumun di pekarangan bunga yang dulu selalu dirawat ibunya itu.
Beberapa dari mereka bahkan ada yang iseng berusaha memukul wajah, menarik paksa rambutnya ataupun melemparinya dengan benda-benda keras, beruntung polisi sigap melindungi dirinya dari pukulan-pukulan warga, sampai akhirnya ia dibawa dengan sebuah mobil ke kantor polisi.
Satu bulan kemudian, setelah melewati proses hukum yang panjang dia dinyatakan bersalah atas pembunuhan ayahnya.
Masih terngiang hingga kini ketika dengan tegas hakim berkata “25 tahun kurungan penjara,”
Ketukan palu yang dilanjutkan oleh tangisan histerisnya. Ia bahkan belum hidup selama itu. Ia berpikir bahwa inilah akhir dari masa depannya. Menghabiskan sisa hidupnya di dalam penjara. Tidak ada lagi tanaman milik ibunya, tidak ada lagi buku-buku menarik milik ayahnya, hanya jeruji, tempat tidur dan toilet seadanya.
Gadis itu bernama Pelangi, nama yang dia dapatkan hanya karena dia lahir di sore hari setelah hujan reda. Hujan yang kata ibunya turun dengan indah dan berakhir dengan lengkungan cahaya berwarna mejikuhibiniu.
Jauh sebelum pembunuhan itu terjadi, Pelangi adalah seorang gadis manis yang jarang bicara. Selain kedua orang tuanya, bunga, selalu menjadi teman dia bicara. Bunga yang sebetulnya milik ibunya, yang terkadang membuatnya cemburu, namun tak ragu ia sayangi karena dia begitu menyayangi ibunya.
Hujan, Sudikah Singgah Sebentar?
Es teh manis berbaju gelas jenjang membuka perjumpaan dua insan kasmaran. Kursi kayu dan sore syahdu. Matahari yang tidak lagi tampak dan bulan bintang yang belum juga kerjap serempak. Tegukan pertama menandai panjang pandang yang tak hanya selayang ketika yang satu berucap kepada yang lain, “Hujan akan datang.”
Barangkali itulah hujan yang paling dia harapkan. Barangkali itulah hujan yang akan menyelamatkan. Hujan yang akan menahan kekasihnya berada bersamanya di sebuah pojok unik di tengah kota. Sebuah tempat yang menawarkan keintiman seperti sedang berada di ruang tamu milik sendiri. Benar saja, di sana seperti hanya dia dan kekasihnya, ia. Lalu di mana orang lain? Mereka kurang lebih sama dengan meja-kursi kayu, gelas jenjang, bantal oranye dan dinding putih. Karena sore itu hanya milik dia dan ia, perempuan lelaki yang sedang lahap menyantap “jelang malam minggu” pertama dan terakhir mereka, sebelum esok si ia harus kembali ke ibu kota menjadi kuli tinta.
Langganan:
Postingan (Atom)